Skip to main content

Software Itu Ibarat Mainan


Software itu bisa diibaratkan dengan mainan. Mengapa demikian? Karena setelah Anda puas bermain dengannya, maka pada suatu saat Anda akan bosan dengannya. Jadi seperti halnya mainan, ia memiliki fitur-fitur tertentu pada hardware tertentu.

Bila Anda menggunakan software proprietary, dan kejenuhan itu datang. Apa yang akan Anda lakukan? Biasanya Anda kembali ke toko software tadi untuk mencari fitur-fitur baru lainnya. Bila fitur yang Anda cari ada pada software yang terbaru, maka yang akan disarankan oleh toko tadi adalah upgrade software.

Selain fitur, yang menjadi tuntutan user tadi juga berkenaan dengan performance. Bila software baru yang memiliki fitur lebih canggih, maka biasanya akan memakan banyak resource komputer. Dan bila performance ingin ditingkatkan, maka yang akan disarankan kepada Anda adalah meng-upgrade hardware-nya. Misalnya menambah kapasitas Hard Disk, atau menambah Memory.

Jadi tidak jarang bila Anda ingin mengupgrade fitur pada software yang lebih baru tersebut, biasanya ada persyaratan minimal (minimal requirement) dari sisi hardwarenya. Alias upgrade dari 2 sisi yaitu software dan juga hardware-nya. Baru setelah itu fitur baru dan performance yang sesuai dengan keinginan Anda akan diperoleh.

Sekarang mari kita lihat apa yang ditawarkan pada dunia open source berkenaan dengan perilaku user seperti tersebut diatas? Dalam dunia open source banyak pilihan software untuk mengerjakan tugas yang sama. Termasuk juga desktop manager ada banyak pilihan seperti gnome, kde, xfce, blackbox, dan lain-lain. Bila Anda bosan dengan tampilan desktop komputer Anda, maka Anda bisa mengganti icon, warna, dan beberapa komponen desktop komputer Anda agar sesuai dengan keinginan Anda.

Bagaimana bila yang terjadi adalah penurunan performa dengan software yang baru tersebut? Maka Anda bisa beralih ke distro lain yang lebih ringan, yang memang dirancang untuk berjalan optimal pada kondisi hardware yang minim. Misalnya Vector Linux, atau yang lain. Atau bisa juga Anda bisa ganti desktop managernya, yang sebelumnya menggunakan gnome atau kde, ada baiknya Anda coba gunakan desktop manager yang lebih ringan seperti xcfe atau blackbox.

Dengan demikian, fitur dan performance bisa Anda peroleh dengan mengotak-atik pilihan software aplikasi dan juga desktop manager, bahkan distro yang Ada.

Dari pengalaman saya, dulu sewaktu saya menggunakan distro lawas (mungkin masih menggunakan kernel Linux versi 2.2), maka Linux tersebut hanya bisa mendeteksi mouse ps2. Adapun mouse usb belum bisa dikenali. Hal ini ternyata bisa diatasi dengan cara mengupgrade kernel-nya paling tidak ke versi 2.6 keatas. Inilah yang disebut dengan mengcompile kernel Linux. Menarik bukan?

Akan tetapi meng-compile kernel belum pernah saya coba. Mungkin lain waktu kita coba. Open source betul-betul telah membuat kita menjadi rajin untuk belajar. Bukan sekedar menjadikan Anda sebagai user biasa. Akan tetapi menjadi pengguna yang cerdas. Become a smart user.

Comments

Popular posts from this blog

KOMPUTER BRANDED VS KOMPUTER RAKITAN

Berikut adalah pengalaman dan studi komparatif antara komputer branded HP-ku yang dibeli sekitar tahun 2007, dan dua buah komputer rakitan yang menggunakan processor intel dan AMD. Dari dua buah komputer yang dirakit sekitar tahun 2013 yang menggunakan processor intel i3 dengan motherboard gigabyte dan di tahun 2014 yang menggunakan processor AMD A8; dapat dikatakan bahwa dari sisi spesifikasi, tentu komputer brandedku yang dibeli sekitar 10 tahun yang lalu, tentu memiliki spesifikasi yang jauh lebih jadoel. Akan tetapi seiring berjalannya waktu --yaitu di awal tahun 2017 ini -- kedua buah komputer rakitan tsb diatas; satu persatu mengalami kerusakan dan memaksa untuk direpair ke vendor asli yang merakit komputer tsb; dikarenakan aku pun sudah menyerah tidak dapat menyelesaikannya. Yang processor AMD A8, terpaksa diganti motherboard-nya. Demikian juga dengan yang intel i3. Adapun solusi yang diberikan vendor komputer AMD tsb, adalah selain mengganti motherboard yang memang rusak; adala

Fedora 22

It is about another Linux distro. Not a fashion thing. Sebenarnya saya sudah berkenalan dengan Fedora yang pada waktu itu masih memakai nama Fedora Core versi 4. Akan tetapi sayang tidak bisa memutas CD audio koleksi saya. Akhirnya saya move ke Ubuntu, yang bisa memutar CD audio, once the installation is complete. Sewaktu menggunakan Fedora 22, ada impresi keren yang muncul, diantaranya dengan gnome 3.16 dan adanya extention window list sehingga, window yang aktif muncul dibagian bottom bar. Sementara notification pada gnome 3.16 ditata ulang penempatannya dan menjadi satu dengan kalender yang ada di bagian top bar. Mengingat bila tidak ada window list, maka seakan-akan kita kehilangan kontrol atas window yang sedang aktif. Dan window list mempermudah kita dalam berpindah-pindah dari satu window ke window yang lain. Jadi lebih manageable. Satu hal mengapa saya selalu mencoba distro lain selain Slackware adalah karena desktop environment gnome yang di drop di Slackware sejak versi 12. D

Migrasi ke Linux

Apakah Anda berencana untuk melakukan migrasi dari Windows atau Mac OS X ke Linux? Bila memang benar demikian adanya, maka tulisan berikut mudah-mudahan bisa menginspirasi. Dua platfom (OS) tadi, yaitu Windows dan Mac OS X sudah menyuguhkan tampilan GUI yang begitu mempesona. Maklum, sekarang sudah masuk ke abad 21. Jadi semua tampilan yang digunakan adalah tampilan grafis, atau biasa disebut GUI alias Graphics User Interface. Mulai dari instalasi dan semua proses administrasinya. Agar Anda tidak shock sewaktu migrasi, maka satu hal yang menjadi pertimbangan adalah tampilan GUI yang mampu menyaingi kedua platform tersebut. Dalam hal GUI, maka distro yang paling jago dalam hal ini adalah Open SUSE. Tampilan GUI pada desktop environment Gnome sungguh clear sebening kristal. Berikut adalah pengalaman saya dalam menggunakan Open SUSE... Bila Anda mendownload file installer lengkapnya, maka Anda akan mendownload sekitar 4.1 GB. Sangat besar bukan? Ada cara lain, yaitu download-lah f