Skip to main content

Tentang Debian

 Ini adalah cerita saya tentang Debian. Pertama kali mengenal Debian itu pada versi 3.1 (Sarge). Saat itu kita gunakan sebagai OS di server. Pada waktu itu, saya belum mengerti OS Debian sama sekali. Sehingga tidak tahu harus bagaimana. Bahkan posisinya ada di samping saya. 

Kemudian saya berpetualang dengan Ubuntu, kalau tidak salah versi 7.04 dan seterusnya sampai versi 10.10. Baru setelah itu saya migrasi ke Slackware 13.1 sampai sekarang. Sementara Debian sendiri saya belum berhasil menginstal-nya sejak versi 7, karena rupanya ada problem tentang firmware yang tidak ada pada paket standard-nya, dan kita perlu menginstall sendiri. 

Kemudian saya baru berhasil pada Debian 11 dengan cara menginstall firmware-amd-graphics. Tanpa firmware tersebut, tampilan monitornya masih standard.

Sementara pada Debian 12 baru terinstall sebagai paket standard sehingga kita bisa menggunakan grafis dengan resolusi yang sesuai dengan ukuran layar yang kita gunakan. 

Dari sisi end user, Debian menawarkan pengelolaan paket yang mudah dipelajari, yaitu dengan tools apt, cukup ketik man apt, maka kita bisa memahami bagaimana cara yang benar dalam penggunaannya.

Kemudian dari sisi stabil dan aman, ia menjadi pilihan banyak orang karena dua hal tersebut. Dan perlu diketahui bahwa Google menggunakan Debian sebagai OS di perusahaan mereka. Keren bukan? Ditambah lagi dengan dukungan komunitas yang banyak. Karena lebih mengedepankan kestabilan, maka wajar bila biasanya paket standard-nya sedikit ketinggalan. Karena paket yang ketinggalan tersebut sudah teruji kestabilannya, daripada paket (aplikasi) terbaru yang belum teruji ketabilannya.

Ada hal yang menurut saya perlu ditambahkan untuk meningkatkan keamanannya, yaitu perlu install firewall, bisa menggunakan ufw atau firewalld (firewall dinamis). Kalau dari perilaku, semuanya normal, dan bisa memberikan performa yang baik karena memang banyak mendapat dukungan dari banyak aplikasi, seperti Google Chrome, Microsoft Edge, Brave, dan lain-lain. Karena secara de facto paket .deb diakui sebagai salah satu paket yang banyak didukung, selain paket .rpm.  

Pilihan siklus rilis Debian cukup rutin yaitu setiap 2 tahun. Ini menurut saya cukup, karena bisa diprediksi dan tidak membuat kita sering gonta-ganti OS. Coba kalau kita memilih menggunakan Ubuntu atau Fedora yang memiliki siklus 6 bulan, baru nyaman dengan yang baru, eh tiba-tiba muncul versi yang lebih baru lagi. Jadinya kita perlu upgrade ke versi terkini.

Beda dengan Slackware yang tidak memiliki siklus tetap, bahkan yang terakhir dari versi 14.2 ke versi 15.0 memerlukan waktu sekitar 5 tahun. Cukup lama juga ya? Bahkan versi 14.2 menjadi terlalu tua  untuk tetap kita gunakan saat ini. Karena lalu ada keterbatasan dukungan pada aplikasi terkini.

Comments

Popular posts from this blog

Auto-Fill-Mode di Emacs

  Berikut adalah cara agar auto-fill-mode bisa aktif secara global di emacs. Yaitu tambahkan dua kode berikut pada file ~/.emacs (add-hook 'change-log-mode-hook 'turn-on-auto-fill) (setq-default auto-fill-function 'do-auto-fill) Demikian. 

Visual Studio Code Untuk Belajar Python, C, C++ dan C#

Setelah mencari IDE (Integrated Development Environment) apa yang terbaik untuk mendevelop Python, Akhirnya saya mendapatkan pencerahan setelah menemukan Visual Studio Code . Rupanya ada perbedaan antara IDE dengan Editor. Bila Editor adalah semacam text editor saja, seperti notepad++, Emacs, vim, maka IDE adalah editor + compiler. Oleh karena itu, maka IDE biasanya lebih berat dalam hal performance. Karena memang membundle editor + compilernya. Secara default, Visual Studio Code didesain bagi pengembang aplikasi web, yang meliputi html, css, java script, type script. Jadi untuk mendevelop bahasa pemrograman seperti Python, perlu sedikit cara agar bisa digunakan juga sebagai compiler. Setting Python Tekan F1, lalu ketik Task: Configure Taks Runner. Kemudian gantilah "command" : "python.sh", "isShellCommand" : true, "showOutput" : "always", "args" : ["{$file}"] Itu artinya bila kita menjalankan task runner (run ...

Sepeda Polygon Neptune

Tak terasa, sudah hampir 1 tahun ini usia sepedaku.. Aku memilihnya via Internet waktu itu.. Setelah browsing di internet, akhirnya kutemukan sepeda Polygon jenis Neptune.. Eh, ternyata pas beli tidak ada spakbor-nya. Spakbor itu pelindung cipratan (bahasa Indonesia-nya apa ya?) air akibat perputaran roda. Jadi kalo pas lewat di tempat basah, cipratan air itu akan mengenai baju kita.. Jadinya kutambahkan sekalian pas beli, harga sekitar 50 ribu. Lalu terpikir untuk membeli wadah tempat minum, biar kalo pas bersepeda tidak kehausan.. Akhirnya kubeli juga dengan wadah minumnya dengan merk Zefal.. Tak lupa kubeli pengaman, yaitu rantai pengaman.. Akhirnya cukup sudah untuk bersepeda... olah raga yang menyenangkan... Karena kita bisa bebas mengeksplore daerah-daerah baru yang belum pernah kita singgahi.. Kalo pengen tahu sepedaku kayak apa, lihat disini.. Adieu .. !