Kosakata baru yang baru saja saya peroleh adalah "self bonding", yang dijelaskan oleh Bunda Erlik (praktisi parenting) dan kak Jee Luvina (penulis) dalam salah satu webinarnya tanggal 12-Okt-2022 kemarin, tentang korelasi antara healing dan bagaimana kita bisa menggunakan tools menulis untuk healing.
Diawal dijelaskan definisi "healing" itu apa? terkait isu kekinian. apakah itu tamasya, atau refreshing ataukah pengobatan ? Kemudian dijelaskan 3 tahap atau cara dari sisi psikologi terkait how we fixed our problem.
Disini saya akan lebih menceritakan impresi saya terkait ide yang dibawakan pada webinar yang sebagian besar diikuti oleh Ibu-Ibu tersebut.
-
Rupanya problem umum yang dialami perempuan adalah memendam rasa (sakit) terlalu lama. Dan kondisi itu membuatnya tidak membaik, akan tetapi justru memperburuk kondisi psikis mereka. Hal ini rupanya jamak ditemukan di Indonesia, dimana budaya kita "mengharuskan" berbuat demikian.
Akan tetapi kalau kita menilik sejarah Bu Kartini, dimana beliau mampu mencerahkan kaumnya dengan cara menulis surat kepada para sahabatnya, diantaranya ada yang sahabat perempuannya yang berkebangsaan Belanda. Dari sisi humanis, itu adalah "cara" beliau terbebas dari penjara virtual budaya yang mengukungnya.
Pertanyaannya, maukah Anda (sebagai seorang perempuan), untuk menjadi Kartini di zaman now?
-
Itu memang seperti melawan tembok virtual budaya yang kelihatannya sulit dilawan. Akan tetapi, bila kita memahami bagaimana budaya Barat (dimana kaum perempuan terbiasa mengungkapkan pendapatnya secara terbuka) dan bahkan ajaran Islam, yang menghormati hak kaum perempuan sama dengan laki-laki; maka Anda sebagai perempuan tentu akan menemukan pencerahan tersebut.
Dalam arti, tidak ada gunanya memendam rasa (sakit) itu. Karena itu adalah emosi negatif. Yang bisa membakar dari dalam. Dari kacamata psikologi, amarah yang dipendam akan membakar dua kali lebih besar daripada kalau kita keluarkan. Ini menurut info yang saya dapatkan dari hasil konsultasi saya dengan seorang Psikolog.
-
Kembali ke istilah "self bonding". Jadi self bonding yang digagas adalah bagaimana kita bisa memahami diri kita sendiri. Atau mengenali diri kita sendiri dengan cara menuliskan apa yang kita rasakan ke dalam tulisan.
Rupanya search engine sekaliber Google baru mengerti istilah self bonding itu sebagai isolasi atau perekat. Nah dalam artikel kali ini, komunitas "nulisyuk" berusaha memberikan pemahaman baru kepada Google bahwa ada terminologi baru. Agar crawler Google memahaminya. Maka dibuatlah chalenge untuk membuat artikel dimaksud. Dan apa yang saya tulis disini adalah salah satu cara/metode itu.
Self Bonding In My Opinion
Dari kaca mata Fisika, dikenal “Hukum Kekekalan Energi”. Yang dipahami bahwa karena Energi itu kekal, maka oleh karena itu ia hanya bisa dikonversi ke bentuk energi yang lain. Sebagai ilustrasi : bagaimana energi radiasi matahari dapat diubah menjadi energi listrik dengan menggunanan converter yang dikenal sebagai solar cell.
Nah, menurut saya, emosi itu salah satu bentuk energi. Dan oleh karena itu, maka ia kita bisa konversi-kan juga. Pada webinar "self bonding" yang digagas oleh Kak Jee Luvina dan Bunda Erlik tersebut, adalah menawarkan converter tadi dengan menulis. Yaitu mengubah keresahan atau problematika hidup ke dalam bentuk tulisan. Jadi emosi negatif yang dipendam tersebut kita alirkan, alirkan dan alirkan ke dalam tulisan.
Lambat laun, energi negatif itu bisa berkurang secara bertahap. Dengan demikian, maka beban hidup yang dirasakan bisa terkonversi ke bentuk tulisan. Nah inilah tools (converter) yang ditawarkan oleh kak Jee Luvina dan Bunda Erlik tadi.
Konklusi
I realy appreciate with your genuine idea.
Good Job and I support it, in term to strengthen woman specially.
Comments