Memilih distro itu ibarat kita memilih seorang istri atau suami. Satu
tahun yang lalu, saya berkesempatan ketemu lagi dengan salah satu guru
saya dalam dunia open source, yaitu Firdaus (saya biasa memanggilnya
demikian, karena usianya memang lebih muda). Dia adalah orang yang
mengajarkan tentang Linux untuk pertama kalinya ke saya dalam suasana
kelas tatap muka. Pembelajaran itu terjadi sudah sekitar 10 tahun yang
lalu.
Setelah ngobrol basa-basi kesana kemari, lalu dengan antusias
saya jelaskan bahwa saya sekarang pakai distro Slackware. Secara
spontan Firdaus memberi respon "fuih".
Lho ada apa dengan Slackware? Itulah pertanyaan yang muncul dari dalam
batinku. Kesan yang saya tangkap adalah bahwa distro itu adalah distro
yang paling susah dipelajari menurut Firdaus.
Benar juga, bahwa setelah saya tanya balik, rupanya dia menggunakan
distro Fedora.
Distro Fedora masuk kategori memiliki tingkat kesulitan yang
sedang. Sementara distro Slackware memiliki tingkat kesulitan paling
tinggi, alias paling sulit dipelajari.
Kesulitan distro Slackware menurut kebanyakan Linuxer (pengguna Linux)
itu terletak pada command line yang masih tetap dipegang teguh sampai
sekarang dalam mengelola tugas-tugas admin. Era dimana touch screen
interface sudah merambah sampai ke pelosok. Ini kok masih ada distro
yang tetap setia dengan tradisi menuliskan semua command-nya dengan
interface keyboard ? Aneh sekali bukan?
Selain itu tentang dependensi aplikasi/program yang masih harus
dikelola secara manual. Beda dengan Fedora yang memiliki kemampuan
untuk melakukan auto dependensi.
Sebagai bahan ilustrasi, aplikasi/program Emacs yang memiliki
dependensi aplikasi/program imagemagick (salah satunya), maka bila
kita melakukan instalasi Emacs pada distro Fedora, maka secara
otomatis paket imagemagick juga akan terinstal. (auto dependensi-nya
berjalan secara otomatis).
Hal tersebut tidak belaku pada distro Slackware. Dan ketiadaan "auto
dependensi" di Slackware itu-lah yang mungkin membuat pengguna awam
Linuxer non-Slackware, seperti Firdaus tadi, menganggap bahwa distro
Slacware itu memiliki tingkat kesulitan tinggi.
Akan tetapi, however I would like to say:
Many Thanks Firdaus for your sharing about Linux. It's priceless for
me..
tahun yang lalu, saya berkesempatan ketemu lagi dengan salah satu guru
saya dalam dunia open source, yaitu Firdaus (saya biasa memanggilnya
demikian, karena usianya memang lebih muda). Dia adalah orang yang
mengajarkan tentang Linux untuk pertama kalinya ke saya dalam suasana
kelas tatap muka. Pembelajaran itu terjadi sudah sekitar 10 tahun yang
lalu.
Setelah ngobrol basa-basi kesana kemari, lalu dengan antusias
saya jelaskan bahwa saya sekarang pakai distro Slackware. Secara
spontan Firdaus memberi respon "fuih".
Lho ada apa dengan Slackware? Itulah pertanyaan yang muncul dari dalam
batinku. Kesan yang saya tangkap adalah bahwa distro itu adalah distro
yang paling susah dipelajari menurut Firdaus.
Benar juga, bahwa setelah saya tanya balik, rupanya dia menggunakan
distro Fedora.
Distro Fedora masuk kategori memiliki tingkat kesulitan yang
sedang. Sementara distro Slackware memiliki tingkat kesulitan paling
tinggi, alias paling sulit dipelajari.
Kesulitan distro Slackware menurut kebanyakan Linuxer (pengguna Linux)
itu terletak pada command line yang masih tetap dipegang teguh sampai
sekarang dalam mengelola tugas-tugas admin. Era dimana touch screen
interface sudah merambah sampai ke pelosok. Ini kok masih ada distro
yang tetap setia dengan tradisi menuliskan semua command-nya dengan
interface keyboard ? Aneh sekali bukan?
Selain itu tentang dependensi aplikasi/program yang masih harus
dikelola secara manual. Beda dengan Fedora yang memiliki kemampuan
untuk melakukan auto dependensi.
Sebagai bahan ilustrasi, aplikasi/program Emacs yang memiliki
dependensi aplikasi/program imagemagick (salah satunya), maka bila
kita melakukan instalasi Emacs pada distro Fedora, maka secara
otomatis paket imagemagick juga akan terinstal. (auto dependensi-nya
berjalan secara otomatis).
Hal tersebut tidak belaku pada distro Slackware. Dan ketiadaan "auto
dependensi" di Slackware itu-lah yang mungkin membuat pengguna awam
Linuxer non-Slackware, seperti Firdaus tadi, menganggap bahwa distro
Slacware itu memiliki tingkat kesulitan tinggi.
Akan tetapi, however I would like to say:
Many Thanks Firdaus for your sharing about Linux. It's priceless for
me..
Comments