Skip to main content

Linux Text Editor - Part 2

Ini adalah kesan pertama saya usai migrasi dari Windows ke Linux. Apa
yang biasa saya lakukan dalam hal mencatat memo di Windows, saya biasa
menggunakan aplikasi notepad++. Mengingat saya sudah merasa nyaman
dengannya, maka saya coba cari apakah notepad++ juga ada versi
Linux-nya? Ternyata tidak ada, jadi saya mencoba cari alternatif
lain.

Sewaktu awal menggunakan Linux, distro yang saya gunakan adalah
Ubuntu 6.06 dimana default desktopnya adalah gnome versi 2.x. Dan
bawaan GUI text editornya adalah gedit (gnome editor), rupanya
fitur-nya mirip dengan notepad++.

Kemudian sewaktu gnome 2.x berubah ke versi 3.x dimana ada perubahan
total dari tampilan GUI-nya, maka pada saat bersamaan, Ubuntu juga
melakukan perubahan GUI-nya dari gnome 2.x ke Unity. Dan diputuskan
Ubuntu tidak mengadopsi secara penuh implementasi gnome 3.x (atau
biasa dikenal dengan istilah gnome shell), akan tetapi mengembangkan
sediri GUI dengan dukungan gnome 3.x yang dikenal dengan unity.

Nah sewaktu Ubuntu merilis dengan GUI Unity, saya merasa tidak nyaman,
karena saya lebih prefer menggunakan gaya gnome 2.x. Nah oleh karena
itu, maka saya memutuskan untuk pindah ke distro lain. Sempat mencoba
OpenSuse, Debian dengan menggunakan lingkungan desktop xfce yang mirip
dengan gnome 2.x.

Nah disini mulai ada perubahan, mengingat xfce ternyata jauh lebih
ringan ketimbang gnome. Berkaitan dengan text editornya, default
programnya adalah leafpad yang amat sangat simple, seperti
notepad. Akan tetapi tidak bisa memenuhi keperluan saya yang memang
lebih suka gedit. Maka mau tidak mau, saya harus menginstal
gedit. Yang ternyata memiliki dependency yang cukup banyak.

Akhirnya tibalah saatnya saya migrasi ke Slackware. Mengapa bisa
memutuskan distro Slackware? Ini berkat saran my best friend, yang
mengatakan bahwa Slackware itu mbah-nya distro. Dan kalau mau belajar
Linux, maka gunakanlah Slackware.

Awal menggunakan Slackware, ya ada yang kurang, karena ia tidak
mendukung gnome. Jadi terpaksa saya move ke xfce, karena saya kurang
suka dengan KDE. Setelah di xfce, maka yang saya tambahkan instalasi
tentu gedit. Agar memenuhi keperluan saya itu.

Akan tetapi seiring dengan semakin tinggi jam terbang saya dalam
berkomputasi dengan Slackware, maka ternyata text editor yang asyik
itu ya yang berjalan di shell (text console), seperti nano, vi, atau
emacs. Dan sekarang yang menurut saya yang paling asyik ya emacs.

Kalau nano, itu mudah sekali. vi atau vim itu simple, dan tidak
neko-neko. Adapun emacs itu penuh misteri dan banyak keinginan saya
yang ternyata sudah disediakan oleh emacs.

Selain sebagai text editor, Emacs juga bisa menjadi editor
pemrograman, dan lebih jauh lagi, bisa mengkompilasi program C, C++
atau Java tanpa keluar dari Emacs. Bahkan bisa juga menjalankan hasil
kompilasi tersebut dari dalam Emacs. Hal itu dimungkinkan karena ada
fitur compile, shell command dari menu tools.

Lebih jauh lagi, Emacs juga bisa digunakan untuk menulis text dalam
mode auto-fill-mode. Jadi bisa diatur margin penulisan text kita. Dan
itu saya temukan di Emacs dengan cara menuliskan perintah M-x
auto-fill-mode.

Kuncinya adalah mau belajar dan mau mempelajari tutorial Emacs, maka
Anda akan merasa nyaman dengannya.

Dan yang paling penting, tulisan ini saya susun dengan menggunakan
Emacs tentu saja.

Thank you Richard M. Stallman :)

Comments

Popular posts from this blog

KOMPUTER BRANDED VS KOMPUTER RAKITAN

Berikut adalah pengalaman dan studi komparatif antara komputer branded HP-ku yang dibeli sekitar tahun 2007, dan dua buah komputer rakitan yang menggunakan processor intel dan AMD. Dari dua buah komputer yang dirakit sekitar tahun 2013 yang menggunakan processor intel i3 dengan motherboard gigabyte dan di tahun 2014 yang menggunakan processor AMD A8; dapat dikatakan bahwa dari sisi spesifikasi, tentu komputer brandedku yang dibeli sekitar 10 tahun yang lalu, tentu memiliki spesifikasi yang jauh lebih jadoel. Akan tetapi seiring berjalannya waktu --yaitu di awal tahun 2017 ini -- kedua buah komputer rakitan tsb diatas; satu persatu mengalami kerusakan dan memaksa untuk direpair ke vendor asli yang merakit komputer tsb; dikarenakan aku pun sudah menyerah tidak dapat menyelesaikannya. Yang processor AMD A8, terpaksa diganti motherboard-nya. Demikian juga dengan yang intel i3. Adapun solusi yang diberikan vendor komputer AMD tsb, adalah selain mengganti motherboard yang memang rusak; adala

Fedora 22

It is about another Linux distro. Not a fashion thing. Sebenarnya saya sudah berkenalan dengan Fedora yang pada waktu itu masih memakai nama Fedora Core versi 4. Akan tetapi sayang tidak bisa memutas CD audio koleksi saya. Akhirnya saya move ke Ubuntu, yang bisa memutar CD audio, once the installation is complete. Sewaktu menggunakan Fedora 22, ada impresi keren yang muncul, diantaranya dengan gnome 3.16 dan adanya extention window list sehingga, window yang aktif muncul dibagian bottom bar. Sementara notification pada gnome 3.16 ditata ulang penempatannya dan menjadi satu dengan kalender yang ada di bagian top bar. Mengingat bila tidak ada window list, maka seakan-akan kita kehilangan kontrol atas window yang sedang aktif. Dan window list mempermudah kita dalam berpindah-pindah dari satu window ke window yang lain. Jadi lebih manageable. Satu hal mengapa saya selalu mencoba distro lain selain Slackware adalah karena desktop environment gnome yang di drop di Slackware sejak versi 12. D

Beberapa Catatan Tentang Linux

Tulisan ini lebih merupakan catatan penulis berkenaan dengan Linux. Semoga ada beberapa yang bisa diimprove dan diimplementasikan pada release selanjutnya. Graphical User Interface Pada umumnya, end user akan merasakan impresi pertama adalah saat pertama kali melihat performa tampilan GUI-nya. Maklum di abad 21 ini, semuanya sudah dipermudah dengan hanya klak-klik tombol mouse. Adapun pada hakekatnya command prompt itu lebih powerful ketimbang menggunakan aplikasi sejenis dalam mode GUI. Dan konsep ini selalu melekat pada orang-orang yang memang berkecimpung mengelola server. Maklum saja, karena server tidak memerlukan tampilan GUI sama sekali pada hakekatnya. Karena alasan performa server terbebani dengan tampilan GUI. Bila dalam ranah server, saya setuju dengan tampilan text based dalam mengelola server tersebut. Akan tetapi pada ranah desktop, maka yang menjadi point atraktif sebuah OS adalah tampilan GUI yang memukau sebening kristral. Bila Anda pernah membandingka